Wednesday, March 4, 2009

Jujur Berbuah Kelimpahan

Diterjemahkan dari buku “Living with the Himalayan Masters”
Oleh : Wulandari

Saya teringat pada sebuah peristiwa ketika bepergian bersama Guru saya beberapa tahun yang lalu. Seorang kepala setasiun kereta api di sebuah kota yang kami lewati menghampiri saya dan berkata: “Pak, beri saya sesuatu untuk berlatih, saya berjanji akan melakukannya dengan sungguh-sungguh”.

Guru berkata kepada saya, “Beri dia sesuatu yang nyata untuk berlatih”.

Saya menjawab, “Bagaimana mungkin seorang bodoh membimbing yang lain? Akan lebih baik kalau Guru yang membimbingnya”.

Maka Guru berkata, “Mulai saat ini, jangan berbohong. Berlatihlah melaksanakan ini dengan tekun selama tiga bulan.”

Kebanyakan pegawai stasiun kereta api di daerah itu tidak jujur dan suka menerima suap. Tetapi orang ini benar-benar memutuskan untuk tidak menerima suap atau berbohong lagi.

Masih dalam minggu yang sama, seorang pengawas dari kantor pusat datang untuk memeriksa dia dan bawahannya. Kepala setasiun itu menjawab semua pertanyaan pengawasnya apa adanya. Ini benar-benar menyebabkan kesulitan besar pada jajarannya. Karena semua karyawan di situ biasa menerima suap, termasuk kepala setasiunnya sendiri, maka merekapun dihukum. Dia berpikir, “ini baru hari ke tigabelas, dan lihatlah kesulitan yang saya hadapi. Apa yang akan terjadi padaku nanti setelah tiga bulan?”

Segera saja isteri dan anak-anaknya pergi meninggalkannya. Dalam sebulan hidupnya semakin hancur berkeping-keping.

Sekarang kepala setasiun itu benar-benar sangat menderita, dan kami sudah berada sejauh 500 kilometer, ditepi sungai Narbada. Guru yang sedang berbaring dibawah pohon tiba-tiba tertawa. Katanya kemudian,“Apa kamu tahu yang sekarang sedang terjadi? Orang yang aku suruh untuk tidak berbohong hari ini masuk penjara.”

Aku bertanya,“Jadi apa yang Guru tertawakan?”

Jawabnya, “Aku tidak mentertawakannya, aku mentertawakan dunia yang tolol ini!”

Dua belas orang dikantor kepala setasiun itu bersatu dan mengatakan bahwa kepala setasiunlah yang melakukan kesalahan, walaupun pada kenyataannya dia telah berkata jujur. Mereka menuduh bahwa dialah satu-satunya orang yang bersalah menerima suap, sehingga dia dimasukkan kedalam penjara dan keduabelas orang lainnya dibebaskan.

Ketika kepala setasiun itu diadili, hakim menatapnya dan bertanya, mana pengacara saudara?”

“Saya tidak membutuhkannya.”

Hakim berkata,“Tetapi aku ingin ada seseorang yang membelamu.”

“Tidak.“ Kata kepala setasiun itu, “Saya tidak membutuhkan pengacara seorangpun, Yang saya inginkan hanyalah berbicara sejujurnya. Tak peduli berapa tahun bapak memasukkan saya dibelakang terali besi, saya tidak akan berbohong. Saya memang biasa menerima suap, lalu saya bertemu dengan seorang suci yang menasehati saya untuk tidak berbohong lagi apapun yang terjadi. Isteri dan anak-anak saya telah pergi meninggalkan saya, saya kehilangan pekerjaan saya, saya tidak punya uang maupun teman dan saya dipenjara. Semua ini terjadi dalam satu bulan. Saya harus berlatih mempraktekkan kebenaran selama dua bulan lagi, tak jadi soal apa yang akan terjadi. Pak, penjarakan saja saya, saya tidak peduli.”

Hakim kemudian menunda sidang dan diam-diam memanggil laki-laki malang itu ke kamar kerjanya. Dia bertanya,“Siapakah orang suci yang mengatakan ini kepadamu?”

Dia menggambarkan ciri-cirinya. Kebetulan hakim itu adalah murid orang suci tersebut. Dia membebaskan kepala setasiun itu dan berkata, “Kamu berada dijalur yang benar. Tetaplah begitu. Aku berharap akupun dapat berbuat seperti kamu.”

Sekarang sudah hampir tiga bulan berlalu, orang itu tidak punya apa-apa lagi. Tepat tiga bulan sejak dia bertemu Guru, ketika dia sedang duduk tenang dibawah sebatang pohon dia menerima sebuah telegram yang berbunyi, “Ayah anda mempunyai sebidang tanah yang sangat luas, tanah itu sudah lama sekali diambil oleh pemerintah. Sekarang pemerintah hendak memberikan ganti rugi.”

Pemerintah memberikan uang senilai sebelas milyard. Dia tidak tahu menahu tentang tanah, yang berada di provinsi lain itu. Dia berpikir, “Hari ini saya telah menyelesaikan tiga bulan penuh pelajaran tidak berbohong dan saya menerima hadiah yang begitu besar.”

Dia menyerahkan uang itu ke isteri dan anak-anaknya, dengan gembira mereka berkata, “Kami semua ingin kembali kepadamu.”

“Tidak,” katanya, “Sampai saat ini aku baru mengalami apa yang terjadi kalau aku tidak berbohong selama tiga bulan. Sekarang aku ingin melihat apa yang akan terjadi kalau aku tidak berbohong selama sisa hidupku ini.”

Kebenaran adalah tujuan utama kehidupan manusia, kalau ini dipraktekkan dalam pikiran, perkataan dan tindakan, tujuan utama ini akan dapat segera dicapai. Kebenaran dapat di capai dengan mempraktekkan “tidak berbohong” dan dengan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan hati nurani. Hati nurani adalah pembimbing yang terbaik.

----------

No comments: