Wednesday, July 8, 2009

Hukum Karma

Hukum Karma
Diterjemahkan oleh: Mutiara

Dalam sebuah pertemuan besar, beberapa pengunjung yang berasal dari berbagai agama menanyakan bermacam-macam hal yang berhubungan dengan karma kepada Paramahansa Yogananda, tanya jawab ini di terjemahkan dari buku “The Essence of Self-realization” yang disusun oleh Kriyananda.


Tanya (T): “Kitab Suci mengatakan bahwa perbuatan jahat harus dihukum dan perbuatan baik memperoleh pahala. Apakah anda setuju dengan ajaran ini?”

Jawab (J): “Tentu. Kalau kita mengakui prinsip alam tentang sebab dan akibat. Juga aksi dan reaksi dalam fisika, bagaimana mungkin kita tidak mempercayai bahwa hukum alam ini mencakup juga manusia? Bukankah manusia juga termasuk dalam kelompok ini?
Inilah hukum karma itu. ‘Apa yang anda tebar itulah yang akan anda tuai’. Kalau anda menebar kejahatan, anda juga akan menuai kejahatan dalam bentuk penderitaan sebagai akibatnya. Dan kalau anda menabur kebaikan, andapun akan menuai kebaikan dalam bentuk kegembiraan batin.”

T: “Bagaimanakah tepatnya hukum ini? Dalam fisika, hukum gerak menyatakan bahwa untuk setiap tindakan, selalu ada reaksi yang setara dan berlawanan arah. Di alam, akibatnya seringkali begitu spesifik, dan tidak hanya samar, berkaitan dengan penyebabnya. Walau kita telah diajar untuk melihat pahala dan hukuman bagi setiap perilaku manusia dalam istilah yang lebih umum. Kalau kita selalu berbuat kebaikan, seperti yang diajarkan, kita akan masuk surga, dan bila kita jahat, kita masuk neraka. Tetapi orang tidak berpikir bahwa dirinya akan menuai konsekuensi tertentu atas perbuatan tertentu.”

J : “Hukum karma itu pasti, karena itu, lebih jauh, tidak ada pertanyaan tentang penderitaan abadi di neraka.” (Bagaimana mungkin perbuatan salah selama beberapa tahun di dunia diganjar dengan hukuman abadi? dapatkah penyebab terbatas memperoleh akibat yang tak terbatas?)


“Untuk memahami karma, anda harus menyadari bahwa pikiran adalah benda. Alam raya ini, dalam analisa mutakhir, tidak terdiri dari zat tertentu, tetapi dari kesadaran. Zat menanggapi daya pikir lebih kuat dari yang disadari kebanyakan orang. Karena daya pikir mengarahkan energi, dan energi pada gilirannya bertindak pada zat. Zat, sebenarnya adalah energi.

“Semakin kuat kemauan, semakin besar kekuatan energinya dan sebagai konsekwensinya, semakin besar pengaruh energi itu pada keadaan benda. Kemauan yang kuat, terutama bila dikombinasikan dengan kesadaran energi kosmik, dapat menghasilkan keajaiban, dapat menyebuhkan penyakit, dan membuat sehat seseorang. Dapat memastikan keberhasilan dalam setiap upaya. Bahkan musimpun akan patuh pada orang yang mempunyai daya kemauan yang kuat dan keyakinan yang mendalam.

“Bahkan manusia yang belum mengalami pencerahanpun membentuk nasibnya sendiri, lebih dari yang disadarinya, tergantung pada cara mereka menggunakan daya kemauannya. Karena tidak ada tindakan yang berdiri sendiri. Dia selalu mengundang sebuah reaksi dari alam raya yang tepat sesuai dengan jenis dan kekuatan energi dibalik perbuatan itu.

“Tindakan berasal dari hasrat, yang mengarahkan energi ketujuan keinginan itu. Ini adalah definisi dari kekuatan kehendak: Keinginan ditambah energi, mengarah kepada perwujudan.
“Energi, seperti aliran listrik, menimbulkan medan magnit. Dan medan magnit itu menarik apa yang ditimbulkan oleh sebuah tindakan.

“Daya yang mengikat tindakan manusia dan reaksi kosmik adalah ego. Kesadaran ego ini memastikan bahwa tindakan seseorang akan memiliki konsekwensi pribadi bagi dirinya. Konsekwensi ini bisa ditunda, bila daya kemauan yang menyebabkan sebuah pikiran atau tindakan tidak cukup kuat untuk memperoleh hasil dengan segera, atau bila arahnya dihalangi oleh yang lain, energinya berbenturan. Cepat atau lambat, setiap tindakan, baik itu dari tubuh, pikiran atau hasrat, harus menuai reaksi akhir ini. Ini adalah seperti sebuah lingkaran yang melengkapi dirinya sendiri.

“Jadi, manusia, yang diciptakan seperti citra Tuhan, pada gilirannya akan menjadi pencipta.

“Hasil dari perbuatan baik maupun buruk tidak hanya dialami setelah kematian. Surga dan neraka merupakan kenyataan, bahkan di dunia ini, di mana orang menuai penderitaan akibat kebodohannya, dan memetik hasil yang serasi dari tindakan yang benar.

“Orang jarang berpikir bahwa tindakannya buruk. Apapun yang mereka lakukan menurut mereka, paling tidak dilakukan dengan niat yang baik. Tetapi bila menciptakan ketidak harmonisan pada sesama, dan karenanya pada tingkat keberadaan yang lebih mendalam bagi dirinya sendiri, gelombang ketidak harmonisan tidak bisa tidak akan kembali kepada mereka dalam bentuk ketidak harmonisan pula.

“Setiap tindakan, setiap pikiran, menuai akibatnya sendiri sebagai ganjarannya.

“Penderitaan manusia bukanlah tanda dari kemurkaan Tuhan pada manusia. Ini adalah tanda, dari ketidak mampuan manusia memahami hukum Ilahi.

“Dalam bekerja, hukum ini selamanya selalu sempurna.

T: “Guru, apakah karma hanya individual ataukah juga mempunyai pengaruh pada sekelompok orang?”

J : Secara sederhana, karma adalah tindakan. Baikkah secara fisik maupun mental, baik individual maupun dilakukan dalam kelompok, suatu bangsa, atau sekelompok bangsa.”

T: “Seberapa jauhkah seseorang mempengaruhi karma sekelompok orang?”

J : “Itu semua tergantung pada kekuatan karma individu tadi.

Dalam kecelakaan pesawat terbang, misalnya, tidak perlu semua yang meninggal mempunyai karma seperti itu. Karma dari mayoritas yang mengalami bencana itu dapat saja lebih kuat dari minoritas yang seharusnya hidup.

Bagaimanapun, mereka yang punya karma yang cukup kuat untuk hidup akan selamat - bisa dari kecelakaan itu sendiri, bisa juga karena tidak jadi naik pesawat nahas itu.

“Karma sebuah bangsa tergantung pada tingkat di mana rakyatnya secara keseluruhan bertindak mengikuti hukum karma.

“Bahkan binatangpun menciptakan karma. Kesadaran mereka, bagaimanapun, termasuk kesadaran egonya, lemah. Jadi mereka lebih diarahkan oleh karma kelompok dari pada karma individu.”

T: “Apakah membunuh selalu mengakibatkan karma buruk?”

J : “Tidak, itu tergantung pada niat di belakang tindakan itu, dan juga pada ganjaran secara keseluruhan. Seorang prajurit yang membunuh dengan penuh kesadaran karena alasan yang dapat dibenarkan, misalnya, untuk mempertahankan negaranya dari invasi penguasa yang lalim, terhindar dari karma buruk, bahkan, tindakannya menghasilkan karma yang baik.”

T: “Guru, dalam ‘Autobiography of a Yogi’ anda mengutip kata-kata Sri Yukteswar, “Seseorang mendatangkan hutang dari dosa kecil bila dia terpaksa membunuh seekor binatang atau makhluk hidup lainnya. Kalau begitu, pasti salah kalau kita membunuh nyamuk, lalat dan hama lainnya. benar?”

J : “Selalu lebih baik membunuh makhluk yang berbahaya daripada membahayakan kehidupan manusia.”

T: “Tetapi, dapatkah kita katakan bahwa serangga tadi membahayakan kehidupan manusia? kebanyakan mereka hanya mengganggu saja.”

J : “Tetap saja, di negara di mana makhluk seperti itu dibiarkan berkembang biak, terdapat tingkat kematian yang lebih tinggi, ini disebabkan oleh penyakit yang disebarkannya. Di negara-negara di mana perkembang biakannya terkontrol, terdapat jauh lebih sedikit pencemaran dan penyakit; konsekwensinya, rata-rata usia di sana lebih panjang. Karenanya, lebih baik membebaskan dunia dari hama seperi itu.”

“Selain itu” Sri Yogananda menambahkan, “mereka adalah alat iblis. Iblis juga harus dikontrol.”

T: “Rasanya tidak adil,” seorang murid mengeluh, “kita harus dihukum karena melakukan kesalahan yang tidak disengaja, tanpa menyadari kalau kita salah.”

J : “Ketidaktahuan” jelas sang Guru, “tidak merubah hukum itu. Kalau seseorang mengendarai mobilnya dengan kencang sambil melamun kemudian menabrak sebatang pohon, cederanya tidak akan berkurang karena dia melamun. Anda harus belajar menyesuaikan tindakan anda pada hukum itu. Seperti yang pernah ditandaskan oleh Sri Yukteswar kepada saya,“Kosmos akan agak kacau bila hukumnya tak dapat bekerja tanpa persetujuan dari kepercayaan manusia.”

T: “Guru, adakah hal lain yang perlu kami ketahui?”

J : “Kecenderungan karma buruk tidak dapat ditanggulangi hanya dengan berkonsentrasi padanya, tetapi dengan mengembangkan yang sebaliknya, yaitu kecenderungan baik. Itulah pentingnya kita melayani Tuhan, dengan melayaniNya, melalui sesama, secara otomatis anda mengalihkan energi yang ingin membawa anda kearah yang salah, yaitu melayani diri sendiri, menuju pengembangan kecenderungan yang baik.

“Sibuklah selalu untuk Tuhan. Ketika anda sedang tidak bermeditasi, bergiatlah untukNya. Dan ketika anda sedang bermeditasi, persembahkanlah seluruh akal budi anda kepadaNya dalam semangat pelayanan, dengan tekun dan dengan perhatian penuh. Jagalah akal budi anda agar selalu sibuk bagi Tuhan, dan dengan melakukan kebaikan kepada sesama. Pikiran kosong adalah sarang iblis.”

“Jangan biarkan akal budi anda terganggu oleh kegelisahan, atau terlalu banyak bercanda dan sebagainya. Tetaplah khusuk. Begitu anda mengalah pada kegelisahan, semua masalah lama mulai menggoda akal budi anda lagi: sex, minuman keras dan uang.

“Tentu saja, kadang-kadang, sedikit kesenangan dan tawa ria memang baik. Tetapi jangan biarkan kesenangan menguasai anda. Saya juga, seperti yang anda tahu, kadang-kadang suka tertawa juga. Tetapi ketika saya memilih untuk serius, tak ada sesuatu atau seorangpun yang dapat menarik saya dari keheningan batin saya.

Bersungguh-sungguhlah dalam segala hal yang anda lakukan. Bahkan ketika anda tertawa, jangan kehilangan ketenangan batin anda. Jagalah kegembiraan dalam diri anda, tetapi tetap selalu sedikit menarik diri ke dalam. Pusatkan perhatian kepada kegembiraan batin anda.

Tetaplah tinggal di dalam diri anda. Ber-aktifitas-lah dengan tenang, dan tenanglah dengan aktif. Ini adalah cara seorang yogi.

-----------

No comments: