Monday, November 17, 2008

Transplantasi Sembuhkan AIDS


Para Dokter Menyatakan Bahwa Transplantasi Sumsum bisa Menyembuhkan AIDS

Oleh: Patrick McGroarty, penulis pada Associated Press.


Eckhard Thiel dan Gero Huetter, hematologis di Berlin’s Charite Medical University, menghadiri sebuah konferensi tentang keberhasilan perawatan seorang pasien yang terinfeksi HIV di Berlin, Rabu 12 November 2008.



Seorang warga Amerika yang menderita AIDS dinyatakan sembuh dari penyakit yang dideritanya 20 bulan setelah dia menjalan transplantasi sumsum tulang yang biasanya digunakan untuk melawan leukemia, kata dokter yang merawatnya.

Pada saat yang sama, para peneliti, juga para dokter mengingatkan bahwa kemungkinan kasus ini tidak lebih dari sebuah kebetulan saja, yang lain mengatakan bahwa ini bisa lebih menarik minat orang pada terapi gen untuk melawan penyakit yang memakan korban lebih dari 2 juta jiwa per tahun ini. Virus itu telah menginfeksi lebih dari 33 juta jiwa di seluruh dunia.

Dr. Gero Huetter mengatakan bahwa pasien berusia 42 tahun itu, seorang warga Amerika yang tinggal di Berlin, dan yang tidak disebutkan namanya, telah terinfeksi virus AIDS lebih dari sepuluh tahun, namun 20 bulan setelah menjalani transplantasi sumsum tulang yang dipilih secara genetis, dia tidak lagi menunjukkan tanda-tanda mengidap virus itu.

“Setiap hari kami menunggu kabar buruk,” kata Huetter. Tetapi berita buruk itu tidak muncul. Para peneliti di Berlin’s Charite Hospital serta fakultas Kedokteran menyatakan bahwa tes pada sumsum tulang, darah serta jaringan organ lainnya dinyatakan bersih.

Namun demikian Dr. Andrew Bradley, direktur laboratorium riset HIV dan Imunologi di Mayo Clinic di Rochester, menyatakan bahwa tes tersebut kemungkinan dilakukan secara kurang luas.

“Berbagai penelitian yang dilakukan dengan sangat cermat pada berbagai sampel biologis dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan bahwa inveksi itu sudah tidak ada lagi,” kata Bradley.

Bukan pertama kalinya transplantasi sumsum tulang diupayakan dilakukan pada orang yang terinveksi AIDS atau HIV. Di tahun 1999, sebuah artikel di jurnal “Medical Hypotheses” memuat hasil 32 upaya yang dilaporkan antara tahun 1982 sampai 1996.

Pasien Huetter dirawat di Charite karena AIDS dan leukemia, yang timbulnya tidak terkait dengan HIV.

Ketika Huetter, yang merupakan seorang hermatologis, bukan seorang spesialis HIV, bersiap merawat leukemia pasien dengan transplantasi sumsum tulang, dia ingat bahwa beberapa orang yang membawa mutasi genetika yang nampaknya membuat mereka resisten terhadap inveksi HIV. Bila mutasi, yang disebut dengan Delta 32, diturunkan oleh kedua orangtuanya, itu menghalangi HIV melekatkan diri pada sel dengan memblok CCR5, sebuah reseptor yang bertindak sebagai sejenis gerbang.

“Secara tidak sengaja saya membacanya di tahun 1996,” Huetter berkisah pada para reporter di kampus kedokteran, “Saya ingat hal itu dan saya pikir itu bisa berhasil.”

Secara kasar, satu di antara 1000 orang Eropa dan Amerika diwarisi mutasi ini oleh orang tua mereka, dan Huetter mencari satu orang yang seperti itu di antara para donor yang cocok jenis sumsumnya dengan sumsum pasien. Diantara 80 orang donor yang cocok, ternyata donor ke 61 membawa mutasi yang dibutuhkan.

Sebelum dilakukan transplantasi, pasien diberi obat yang sangat keras serta radiasi untuk membunuh sel-sel sumsum tulangnya yang terinfeksi serta menghilangkan sistem kekebalan tubuhnya, sebuah perawatan yang fatal bagi 20 sampai 30 persen penerima.

Dia juga menghentikan obat yang keras yang digunakan untuk mengobati AIDS. Team Huetter khawatir kalau obat itu akan mengintervensi kehidupan sel sumsum yang baru. Mereka mengambil risiko dengan menurunkan sistem pertahanan tubuh dengan harapan sel-sel baru yang dimutasikan itu dengan sendirinya akan menolak virus itu.

Anthony Fauci, direktur dari National Institute of Allergy and Infection Diseases di Amerika, mengatakan bahwa prosedur itu sangat mahal dan terlalu berbahaya untuk bisa memperoleh kesembuhan. Namun dia berpendapat bahwa hal ini bisa memberikan inspirasi pada para peneliti untuk terus mengupayakan terapi gen dengan tujuan memblok atau menekan virus HIV.
“Ini bisa membantu membuktikan konsep bahwa bila dengan cara tertentu Anda bisa memblok kemunculan CCR5, mungkin dengan terapi gen, Anda akan mampu menghambat kemampuan virus itu berkembang biak,” kata Fauci.

David Roth, seorang profesor Epidemiologi dan Kesehatan Masyarakat Internasional di London School of Hygiene and Tropical Medicine, mengatakan bahwa terapi gen yang sama murah dan efektifnya seperti pengobatan saat ini masih dalam tingkat yang sangat awal perkembangannya.
“Masih panjang jalan menuju ke sana karena ada kemungkinan ada hal buruk lain yang terjadi bersamaan dengan mutasi, yang belum kita ketahui.”

Bahkan untuk pasien di Berlin, kurangnya pemahaman yang jernih tentang apa sebenarnya yang menyebabkan AIDS yang dideritanya menghilang, memberikan arti bahwa masa depannya masih sangat tidak pasti. ”Virus itu cerdik,” kata Huetter. “Selalu ada kemungkinan dia muncul kembali.”

----------

No comments: