Wednesday, January 14, 2009

Ketika Tuhan menciptakan Para Ibu

Ketika itu, Tuhan telah bekerja enam hari lamanya. Kini tiba giliran menciptakan para Ibu. Seorang Malaikat menghampiri Tuhan dan berkata lembut : “Tuhan, banyak nian waktu yang Tuhan habiskan untuk menciptakan Ibu ini?” Dan Tuhan menjawab pelan: “Tidakkah kau lihat rincian yang harus dikerjakan?"
  • Ibu ini harus waterproof (tahan air/cuci) tetapi bukan dari plastik.
  • Harus terdiri dari 180 bagian yang lentur, lemas dan tidak cepat capai.
  • Ia harus bisa hidup dari sedikit teh kental dan makanan seadanya.
  • Memiliki kuping yang lebar untuk menampung keluhan.
  • Memiliki ciuman yang dapat menyembuhkan kaki yang keseleo.
  • Lidah yang manis untuk merekatkan hati yang patah, dan …
  • Enam pasang tangan !! Malaikat itu menggeleng-gelengkan kepalanya : “Enam pasang tangan …. ? ck .. ck .. ck” “Tentu saja bukan tangan yang merepotkan Aku, melainkan tangan yang melayani sana sini, mengatur segalanya menjadi lebih baik ….” balas Tuhan.
  • Juga tiga pasang mata yang harus dimiliki seorang ibu. “Bagaimana modelnya ?” Malaikat semakin heran. Tuhan mengangguk-angguk. “Sepasang mata yang dapat menembus pintu yang tertutup rapat dan bertanya : “Apa yang sedang kau lakukan di dalam situ?” Padahal sepasang mata itu sudah mengetahui jawabannya. “Sepasang mata kedua sebaiknya diletakkan di belakang kepalanya, sehingga ia bisa melihat ke belakang tanpa menoleh. Artinya, ia dapat melihat apa yang sebenarnya tak boleh ia lihat dan pasang mata ketiga untuk menatap lembut seorang anak yang mengakui kekeliruannya. Mata itu harus bisa bicara! Mata itu harus berkata: “Aku mengerti dan aku sayang padamu” Meskipun tidak diucapkan sepatah katapun. “Tuhan”, kata Malaikat itu lagi, “Istirahatlah.” “Aku tidak bisa. Aku sudah hampir selesai!”
  • Ia harus bisa menyembuhkan diri sendiri kalau ia sakit.
  • Ia harus bisa memberi makan 6 orang dengan satu ons beras.
  • Ia juga harus menyuruh anak umur 9 tahun mandi pada saat anak itu tidak ingin mandi ….. Akhirnya Malaikat membalik-balikkan contoh Ibu dengan perlahan. “Terlalu lunak,” katanya memberi komentar. “Tetapi kuat!” kata Tuhan bersemangat. “Tak akan dapat kau bayangkan betapa banyaknya yang bisa ia tanggung, pikul dan derita.” “Apakah ia dapat berpikir?” tanya Malaikat lagi. “Ia bukan saja dapat berpikir, tapi juga dapat memberi gagasan, ide dan berkompromi,” kata Sang Pencipta. Akhirnya Malaikat menyentuh sesuatu di pipi. “Eh, ada kebocoran di sini”. “Itu bukan kebocoran,” kata Tuhan. “Itu adalah air mata …. air mata kebahagiaan, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kesakitan, air mata kesepian, air mata kebanggaan, air mata ….., air mata …..”. “Tuhan memang ahlinya …..”, Malaikat itu berkata pelan.
----------

No comments: