Wednesday, September 3, 2008

Memberi

Oleh: Bernard Prasodjo (MP 9)

Kita dapat memberi dengan berbagai cara, tidak hanya terbatas pada materi, perhatian, waktu, tenaga, pengetahuan dan pikiran, tetapi dapat juga dalam bentuk visualisasi, afirmasi dan mengirimkan bentuk pikiran tentang kesehatan, cinta dan kebajikan. Tidak menjadi soal benar betapa “kecil”-nya pemberian yang mula-mula kita berikan, selama kita memberikannya dengan keinginan yang benar-benar tulus dan tanpa syarat, juga berkemauan untuk melepaskan semua keinginan untuk tetap menguasai sesuatu yang kita berikan itu.

Kita dapat melatih diri untuk memberi, di mana saja kapan saja. Agar dapat merasakan bagaimanakah pengaruhnya terhadap diri kita, waktu berlatih yang tepat adalah ketika kita sedang merasa sama sekali tidak memiliki sesuatupun untuk diberikan. Memberi pada saat seperti ketika kita merasa sedih dan tidak berdaya, adalah suasana yang tepat bagi munculnya keajaiban. Ketika kita memberikan sisa-sisa terakhir, tanpa diduga sesuatu akan kembali kepada kita berlipat ganda. Kadang-kadang walaupun kita menolaknya, pemberian berlimpah itu akan memaksa masuk dalam kehidupan kita.

Kunci memberi

Memberi adalah menyatakan diri
Memberi adalah sarana utama ekspresi
Memberi adalah melepaskan dengan penuh kesadaran.

Ini adalah hembusan napas kesadaran kita, daya hidup kita. Semua orang berusaha keras mempraktekkan kemurah hatian dengan murni, karena semua orang secara bawah sadar, bahkan dengan sadar ingin membebaskan diri dari ikatan yang membelenggu mereka, apakah itu muncul sebagai usaha untuk membebaskan diri dari kebiasaan makan berlebihan, atau melepaskan diri dari yang disangkanya sebagai musuh yang hidup di sisi lain kehidupan, atau membuka diri sampai mencapai kondisi cinta tak bersyarat.

Pada masa silam kita kebanyakan biasa menyebut pemberian diri sebagai pengorbanan. Pengorbanan hanyalah sebuah ilusi lain yang kita sadari. Karena pengurbanan ditafsirkan dengan adanya suatu kehilangan, atau sebuah pertukaran yang tidak seimbang atau tidak setara. Ini tidak masuk akal. Di situ tidak ada lagi ruang yang tidak terisi, dan tidak ada ruang yang tidak terisi sama banyaknya! Kalau kita merasa bahwa kita telah berkorban, ini merupakan pertanda kelekatan kita pada ilusi– pada pikiran tentang rasa sakit dan perpecahan. Karena pengorbanan seharusnya terjadi tanpa disadari.

Sebuah kisah

Warnanya coklat keemasan dengan corak merah di sana sini. Bentuknya sangat kecil sehingga Anto dapat menaruhnya dalam sebuah kotak kayu kecil yang dibuatnya dulu ketika masih di sekolah dasar. Setiap kali dia mengalami ketegangan, seperti misalnya ujian, dia akan mengambil kotak itu dan digenggamnya erat-erat. Muncul kembali suatu kenangan indah yang begitu membekas dalam hatinya.

Ketika Anto melirik pada benda yang sangat berharga itu, tangannya nampak mungil seukuran tangan anak kecil, tangan yang lembut dan polos…. dan tidak lagi berada di asrama mahasiswa tempatnya belajar, dia kembali melihat seorang wanita tua dengan topi usang yang kotor, rambutnya memutih, nampak kusam dan tidak pernah disisir. Terdengan kembali suara wanita tua itu menggema dalam hatinya: “Nak,… dengar… nak.”

“Ya bu.” Anto menjawab lirih dengan suara yang jernih tapi agak gugup.

Pandangan mata Anto yang penuh kegembiraan itu membuat wanita tua tadi tersenyum, sambil membersihkan tenggorokannya dia berkata, “Pastikan salah satu benih ini kamu tanam dihalaman belakang rumah, di tempat yang teduh. Nanti setelah dia tumbuh setinggi dirimu sekarang ini, pindahkanlah dia kehalaman depan yang disinari matahari dan jangan lupa menyiraminya setiap hari. Apakah engkau sudah paham anak manis?” Anto dengan pelan berkata sambil menatap matanya yang lembut itu,“Ya, bu…”

”Sekarang simpanlah yang sebutir lagi di tempat yang aman, jangan kamu tanam, tetapi jagalah agar tetap aman,” katanya lagi dengan suara yang hampir tak terdengar.

“Satu hal lagi, jangan sia-siakan pohon tadi, sesekali berikanlah pelukan, lakukanlah itu seperti ketika bibimu datang dan memelukmu. Ingat, sebutir benih kau tanam dan yang sebutir lagi kamu simpan di tempat yang aman.” Dia berhenti sejenak, ”Dan, bila nanti kamu merasa sedih, marah atau kecewa, datanglah ke pohon itu dan ceritakanlah masalahmu padanya dan duduklah sebentar di bawahnya. Itu pasti dapat membantumu!”

Anto sama sekali tidak bergerak ketika wanita tua itu berbicara. Seolah-olah wanita tua itu bersinar dan cahaya yang memancar dari matanya begitu lembut dan bersahabat sehingga menenangkan semua kegelisahannya. Ketika Anto menganggukkan kepalanya, dari arah belakang dia mendengar suara ibunya, “Oh, syukurlah… engkau ada di sini. Apakah kamu baik-baik saja? Aku mencarimu kemana-mana!” Anto kecil itu mengangkat sebelah tangannya yang mungil dan menunjukkan dua butir biji jambu yang ada di telapak tangannya yang hangat. “Dari mana kamu memperolehnya?” Tanya ibunya. Anto berbalik hendak menunjuk pada wanita tua yang ternyata sudah pergi. Dia menyapukan pandangan ke jalan setapak tetapi tidak dapat menemukan orang yang dicarinya. Anto mencari kesekelilingnya dan akhirnya kembali menatap benih di tangannya. Kemudian dengan cepat memasukkannya kedalam saku celananya dan menutup kancingnya.

Sambil memandang ke lantai, Anto terjaga dari lamunannya karena mendengar suara kunci pintu dibuka. Dia mengangkat kepalanya dan teman sekamarnya masuk, ”Apa yang terjadi?” “Tidak ada.” Jawab Anto dengan suara tenang sambil menatap tangannya yang besar dan kasar, di telapak tangannya nampak sebuah benih. Anto mencari sesuatu di meja belajarnya dan mengambil sebuah kotak lain yang mirip dengan kotak tempat benih jambu tadi disimpan. Membukanya dan di dalamnya nampak segenggam benih jambu yang berasal dari pohon jambu tua sahabatnya…

Pelajaran apa yang dapat kita petik dari kisah di atas? Kalau sebuah benih kita tanam dan terus kita pupuk dan kita rawat dengan penuh kasih sayang, dia akan menghasilkan buah yang berlimpah, namun kalau hanya kita simpan saja, tidak akan menghasilkan apa-apa. Tidak hanya benih jambu, tetapi bisa saja benih-benih lain seperti kebaikan, kesabaran, murah hati, pemaaf, kasih sayang, kepedulian terhadap sesama, spiritualitas dan banyak hal-hal positif lainnya, kita harus terus merawat dan memupuknya, tetapi Anda harus berhati-hati, jangan sampai Anda tanam benih yang salah, karena nanti buahnyapun tidak akan anda sukai.

Kedamaian adalah hadiah yang kita terima bila kita suka memberi dan bila kita mau melepaskan hasrat kita. Sebagai embrio kita – benih kita – kita tumbuh dengan penuh ketenteraman, kita berpindah dari penghakiman menuju kasih sayang dan ini akan semakin mendekatkan diri kita kepada Allah. Semakin kita bermurah hati di dunia yang materialistis ini, semakin dekat kita menuju kearah kebahagiaan, merasa puas dan mampu mencapai apa yang kita idamkan.

———-

No comments: