Friday, September 5, 2008

Hentikan Hujan dgn Prana

PENGGUNAAN TENAGA PRANA UNTUK MENUNDA, MENGHENTIKAN, MEMINDAHKAN DAN MENURUNKAN HUJAN, ATAU MEMBUAT CUACA TERANG

Oleh : Agus Sunaryo (MP 34).

Pendahuluan

Begitu banyaknya kegiatan dan aktivitas kehidupan ini yang masih tergantung pada hujan atau panas. Pengaruh hujan dan panas di bidang pertanian sangat dominan. Kita masih ingat begitu banyak dan luasnya lahan pertanian yang kering hingga gagal panen akibat tidak adanya hujan. Demikian pula banyak hasil panen yang tidak bisa dinikmati atau rusak dan harganya menjadi jatuh, karena tidak ada panas untuk menjemurnya.

Meditasi akbar yang digelar di tanah lapang pada saat fullmoon, menjadi bubar berantakan, pesertanya berhamburan mencari tempat berteduh, karena tiba-tiba turun hujan. Demikian pula di tengah khusuknya menjalankan sholat Idul Fitri, terganggu pula karena tiba-tiba hujan deras. Pesta meriah di tempat terbuka menjadi kacau karena hujan lebat yang tiba-tiba turun seperti dicurahkan dari langit.

Adakah yang bisa dijadikan tumpuan kesalahan atas kegagalan pesta serta kerugian panen yang diderita para petani? Apakah ada yang dapat dijadikan kambing hitam? Misal, kebocoran ozon di atmosfir bumi atau pemanasan bumi karena penebangan hutan di Asia hingga menimbulkan efek rumah kaca, yang mengacaukan tata iklim dan cuaca kita saat ini. Atau panitia lupa menghubungi si Pawang Hujan, atau lupa menyediakan 75 payung, atau keliru melakukan analisa luasnya terpal dan layar panggung. Tentu menarik sekali untuk disimak!

Diperlukan sikap yang bijak

Kebutuhan untuk sesaat menunda turunnya hujan, sehingga terbit matahari dan reda hujannya, kadang sangat dibutuhkan dalam kehidupan yang penuh mekanisme dan aktivitas ini. Sebenarnya sudah cukup banyak dalam masyarakat tradisional dari beragam etnik dan suku di Nusantara, yang mempunyai teknik menunda atau menurunkan hujan. Banyak pula pawang hujan yang ada di desa-desa dan kota, yang mampu melakukan teknik penundaan hujan. Hanya saja tidak mudah untuk dipelajari atau sulit diwariskan kepada orang lain. Akibatnya daya linuwih itu sulit dikategorikan dalam kelompok ilmu pengetahuan.

Dalam pembahasan makalah ini, kita akan menggunakan energi prana untuk menunda atau menghentikan hujan. Dalam situasi yang gawat pada tingkat musim kemarau kering yang berkepanjangan, energi prana dapat kita manfaatkan untuk menurunkan hujan. Namun dengan catatan, hendaknya bukan untuk main-main atau egoisme semata-mata. Karena fenomena alam ini sangat diatur oleh Yang Maha Khalik, sehingga permainan hujan panas secara serampangan pasti akan menyebabkan sekelompok orang lain dirugikan. Oleh sebab itu penggunaannya harus sangat bijaksana dan peduli pada kepentingan orang lain.

Sebagai contoh, kita mencoba menunda hujan di suatu daerah kecil demi kepentingan proyek kita di situ untuk waktu beberapa saat dan alhasil hujan pun berhenti selama dua minggu. Padahal di daerah itu para petani sedang ramai-ramai menabur bibit palawija yang diprogram secara gotong royong. Maka kesedihan akan mereka alami, karena bibit tidak bisa tumbuh serempak dengan baik, atau mati kekeringan. Demikian sebaliknya kita menginginkan turun hujan sesaat hanya untuk kepentingan sesaat yang tidak begitu penting, maka orang lain yang sedang memanfaatkan musim panas akan sangat dirugikan, misalnya musim pra panen tembakau, musim membuat garam, dan bagi orang yang sedang mempunyai hajat, akan sangat disusahkan. Oleh sebab itu yakinkan agar lingkungan sekitar Anda tidak dirugikan. Mungkin kita bisa mengelak dengan argumen, bila permohonan hujan atau panas berhasil, berarti Yang Maha Khalik Semesta Alam merestui. Namun sangat kasihan orang tidak memahami teknik ini, yang terkena dampaknya.

Dalam pembahasan berikut ini, akan kami paparkan cara menunda atau mengalihkan hujan ke tempat lain yang lebih memerlukan, dengan teknik tradisional sederhana yang hasilnya cukup memuaskan, lengkap dengan analisanya. Selanjutnya kita akan bahas teknik mengalihkan atau menunda hujan, dan juga sebaliknya untuk menarik hujan dengan pendekatan Konsep dan Teknik Penggunaan Energi Prana.

Menunda Hujan Metode Tradisional Sederhana

yang di gunakan untuk menolak atau lebih tepat menunda dan mengalihkan hujan model tradisional, kadang sangat menggelikan. Namun kenyataannya berpeluang 75% sukses. Katakanlah 4 kali melakukan, 3 kali akan berhasil. Biasanya di gunakan apabila seseorang sedang mempunyai hajat besar, dan takut terganggu oleh hujan. Cara yang di gunakan sangat banyak ragamnya dan bersifat kedaerahan. Dari budaya Jawa, ada beberapa yang populer yakni, dengan:

  1. Melemparkan celana dalam calon mempelai ke atas genting.
  2. Mendirikan sapu lidi dengan ditusuk cabai merah dan bawang merah.
  3. Mendirikan sapu lidi dengan rapalan dan doa secara kejawen.

Tidak tertutup kemungkinan penggunaan daya linuwih untuk menolak atau menyingkirkan hujan, misal dengan puasa dan matiraga serta bentuk keprihatinan lain seperti istiqotsah. Namun sehubungan dengan bahasan penggunaan Energi Prana, maka hanya cara tradisional sederhana saja yang kami sampaikan, sebagai pembanding dan pendamping.

Cara tradisional 1;

Dengan melemparkan celana dalam calon mempelai wanita oleh mempelai wanita itu sendiri. Ini di maksudkan untuk menunjukkan keprihatinan dan harapan pada Sang Khalik Semesta Alam, akan kepolosan dan kepasrahan bahwa hanya Yuhan yang akan mengabulkan harapan agar tidak hujan, pada saat pesta perkawinannya. Dengan dilempar ke atas genting, diharapkan air membalik ke atas dan tidak jadi turun. Sama hakikatnya seperti kepercayaan bahwa gigi bawah yang putus, harus selalu tumbuh ke atas, maka dilempar mengarah ke atas yakni ke genting, sedang gigi atas yang lepas ditanam atau dibuang ke bawah, agar cepat tumbuh mengarah lurus ke bawah.

Cara tradisional 2;

Yaitu penancapan lombok dan cabai merah pada ujung sapu lidi “gerang” ( sapu lidi tua yang sudah aus terpakai) yang didirikan terbalik. Penggunaan ini tanpa harus berdoa maupun membacakan rapal atau kata-kata sakti. Bila ditanyakan pada sebagian besar orang yang melakukan, maka jawabnya singkat saja, yakni biar pedas dan panas sehingga tidak jadi turun hujan. Ditinjau secara konsep Prana, maka lidi yang diberi bawang merah dan cabai merah banyak mengadung Prana Merah, yang bersifat hangat, memperluas, memperlebar mendung hitam tebal menjadi tipis karena diperlebar dan bersifat konstruktif. Dengan demikian mendung yang menggelantung, jadi pudar dan gagal turun menjadi hujan. Suasana jadi konstruktif dan melegakan. Hakikatnya sama dengan cara mengusir tamu yang sangat membosankan dan tidak kunjung pulang. Hal ini banyak dilakukan gadis-gadis Jawa yang dikunjungi oleh para jejaka di malam minggu yang tidak disukai namun tidak berani mengusirnya, atau bila sudah terlalu malam dan berkecenderungan tidak segera pulang.

Dengan cara menggunakan “munthu” atau batu pelumat, uleg sambal pada cobek dan mengacungkannya serta memperagakan seperti menggilas lombok dan bawang merah, memutar kekiri, dari bilik atau ruangan lain dan mengarah ke sang tamu yang bandel. Dalam waktu 5 sampai 7 menit tamu tak dikehendaki itu akan segera permisi pulang. Tentu yang menjadi pertanyaan mengapa tidak mengacungkan dan memutar senduk es atau senduk sayur saja. Mungkin Anda bisa menjawabnya?

Cara tradisional 3;

Yakni dengan menggunakan sapu lidi yang didirikan terbalik, namun sapunya dibuka selebar-lebarnya. Bila perlu diikatkan pada tonggak, sehingga tidak jatuh. Bila jatuh maka hujan tidak akan turun. Setelah sapu dipasang terbalik menghadap ke langit, sambil ikatan sapu dipegang erat-erat dengan tangan kanan, sambil mengucapkan doa dengan mantap sebagai berikut:

“Niat ingsun ora ngedekake sapu biasa, nanging sapu jagad kanggo ngresiki mendhung, udan lan angin saka daerah …. dibuang menyang …., sawetara suwene wektu 3 jam, saking kersaning Allah ingkang murbeng jagad.”

[“ Niat saya tidak mendirikan sapu biasa, tetapi sapu jagad yang berguna untuk menyapu semua mendung dan hujan di atas…. (nama daerah, kota, kecamatan yang ditolak hujannya) untuk jangka waktu .… jam, dipindahkan ke daerah … yang membutuhkan hujan. Ini semua terjadi, karena berkat Allah”].

Cara yang ketiga ini banyak kami gunakan, sebelum mengenal energi Prana. Yang kami warisi dari ibu yang berasal dari keluarga petani. Apabila sedang menjemur padi seusai panen, atau bila mempunyai hajat atau sedang melakukan kegiatan luar ruang dan khawatir terganggu oleh hujan yang turun, padahal mendung sudah gelap dan datang berarak-arakan. Peluang keberhasilannya sangat besar, yakni mendekati 95 % ( dari 20 kali melakukan, hanya 1 kali gagal). Yang terpenting, sapu tetap mengarah ke atas, dan lidi-lidinya membuka lebar mengarah ke segenap penjuru mata angin serta tidak jatuh. Bagi para pemula, tingkat keberhasilannya dimulai dari 50%, dan apabila Anda sering melakukannya di musim hujan, maka seakan-akan Anda sudah dikenal oleh semesta alam atau Sang Khalik si empunya fenomena alam sebagai pelanggan tetap, yang layak untuk dilayani permohonannya.
Namun saat ini teknik dan tata cara-cara tradisional telah dapat diganti dengan penggunaan energi atau tenaga prana, yang lebih praktis tanpa harus menyiapkan sapu lidi ataupun cabai dan bawang merah. Sebelum memastikan Tekniknya, kami coba mengungkapkan Konsep, dengan cara pendekatan Ilmu dan Seni Tenaga Prana lebih dulu, sehingga mudah memahaminya.

MENUNDA HUJAN ATAU MENURUNKAN HUJAN DENGAN ENERGI PRANA

Energi Prana merupakan berkah dan rasa cinta Tuhan Yang Maha Khalik Semesta Alam, kepada kehidupan semua makhluk di alam raya, khususnya manusia. Energi Prana merupakan energi yang berkaitan erat dengan lingkungan hidup, dan berlimpah tersedia di mana-mana. Tuhan memberikan energi dalam sumber yang beraneka ragamnya. Ada yang berasal dari matahari atau prana matahari; demikian pula energi prana yang terkandung di udara atau yang disebut dengan butir-butir vitalitas udara. Juga Prana yang berasal dari bumi atau butir-butir vitalitas bumi. Selain itu, masih ada pula sumber-sumber energi prana yang bersifat tidak permanen, namun masih bisa memberikan dayanya, akibat dari sangat kuat dan banyaknya menyerap prana matahari, udara dan bumi. Sebagai contoh pohon yang tua, sehat dan besar, kemudian air yang mengalir, makanan, sayur-sayuran dan buah-buahan yang segar. Juga tempat-tempat tertentu di mana banyak orang berdoa atau berhubungan dengan Sang Pencipta. Demikian pula tempat-tempat yang terbentuk oleh alam seperti gunung, lembah dan hutan rekreasi yang subur, sangat terasakan besar energi prananya. Namun sebaliknya terdapat pula tempat-tempat yang kurang baik atau sangat sedikit energi Prananya, bahkan banyak energi kotor yang mudah mengkontaminasi lingkungan sekitarnya, sebagai contoh: rumah sakit, pabrik yang penuh polusi, kamar jenasah, kuburan, tempat di atas septiktank dan lainnya.

Dilihat dari waktunya, maka Prana akan terpancar banyak sekali dan berlimpah pada siang hari, sebaliknya habis tengah malam antara jam jam 02.00, 03.00 sampai jam 04.00, energi prana udara sangat rendah, sehingga orang sulit sekali untuk bangun. Mereka memperebutkan prana yang sangat tipis pada jam-jam itu dengan menggunakan pernapasan perut yang panjang, sama seperti kita kalau bernafas menghisap energi prana. Setelah jam 05.00, mereka bangun bersyukur kepada Tuhan dengan doa pagi atau subuh karena telah berhasil tetap hidup. Mereka semua mendapat energi vital dan siap melanjutkan kehidupan hari baru yang penuh energi vital bumi, udara dan prana matahari di siang hari.
Apabila mendung gelap, atau musim hujan yang berkepanjangan, dapat dipastikan merupakan hari-hari yang sangat sedikit energi Prananya. Hujan yang terus-terusan, mendung dan banjir tentu banyak orang kekurangan energi Prana lalu mudah sakit. Bisa kita rasakan langit dan udara yang biasa cerah sedang menderita dan prihatin, cahaya matahari ditutup awan-awan gelap yang menggelantung. Prana udara kacau terkontaminasi uap air, hingga kelembaban udara tinggi, prana bumi tergenangi air. Fenomena alam ini tentu mengusik kita sebagai Pranawan untuk meresponnya.

Konsep Pengetahuan Prana untuk Fenomena Hujan

Beberapa konsep yang telah dipertimbangkan, sehingga dapat ditemukannya teknik penggunaan energi Prana untuk mengalihkan, menunda, menghentikan atau bahkan menurunkan hujan, sesuai dengan kebutuhan, adalah sebagai berikut:

  • Yang memiliki fenomena alam berupa angin, hujan atau panas dan gempa bumi adalah Yang Maha Pencipta Semesta Alam .
  • Prana berwarna mempunyai kegunaan sendiri-sendiri, sehingga dalam teknik aplikasinya, jenis warna harus tidak boleh keliru.
  • Bahwa langit yang mendung dan hujan yang terus-menerus, menyebabkan prana di udara sangat berkurang sekali
  • Energi Prana mengikuti pikiran, sehingga bisa diarahkan dan diprogram sesuai keinginan dan kebutuhan dengan perkenan-Nya
  • Untuk menunda atau mengalihkan hujan dan menurunkan hujan, energi Prana memerlukan satuan waktu yang cukup dan kumulatif
  • Prana merupakan Ilmu Pengetahuan dan Seni, sehingga dalam penerapannya perlu memadukan kedua aspek tersebut.
  • Peraturan emas tetap berlaku, walaupun sifatnya sangat sederhana.

Berdasarkan konsep tersebut, maka yang paling utama dan pertama kali adalah bagaimana agar dalam melakukan praktik ini harus selalu kepada si Empunya Alam Semesta. Kemudian mempertimbangkan dan meneliti apakah ada pihak-pihak yang dirugikan seandainya harus turun hujan atau panas, karena peraturan emas tetap berlaku.

Programkan kapan harus berhenti dan kapan harus turun hujan dengan mempertimbangkan bahwa untuk dapat berhenti dari hujan umumnya lebih cepat. Untuk program segera turun hujan pada musim kemarau atau pada cuaca yang cerah, membutuhkan durasi waktu untuk mengumpulkan kelembaban yang cukup. Namun pengalaman kami, kadang pada cuaca yang cerah dapat segera hujan turun dengan deras sesuai program kita. Dalam kaitan itu tidak lagi melalui pendekatan ilmu dan teknik saja, melainkan pendekatan seni perlu dilakukan juga.

Pendekatan seni yang kami maksudkan, adalah keyakinan kita akan kemanjuran aplikasi menolak, atau menunda dan menurunkan hujan ini. Keragu-raguan merupakan penghambatan program pula, karena energi mengikuti pikiran. Pendekatan seni lain adalah visualisasi dan kapan harus berhenti memberi energi .

Teknik Terapan dengan Tenaga Prana

Setelah mengerti dan memahami konsep tenaga Prana yang digunakan untuk menunda, mengalihkan ataupun menarik turun hujan, maka barulah kita dapat menggunakan teknik dan memilih energi Prana mana yang paling cocok untuk menanggapi fenomena hujan dan cuaca panas itu.

Penggunaan teknik ini, mengambil metoda dan konsep Penggunaan Tenaga Prana tingkat Lanjut, yang telah dirancang oleh Master Choa Kok Sui yang kita cintai dan telah kita rasakan manfaatnya.

TEKNIK MENUNDA ATAU MEMINDAHKAN HUJAN

TEKNIK MENDATANGKAN HUJAN

Namun bukan berarti teknik tingkat dasar yang masih menggunakan Prana Putih, tidak layak digunakan. Hanya saja demi efektivitas. Kemampuan tingkat visualisasi dan kemampuan kontemplasi mempergunakan prana warna pada pranawan tingkat dasar belum sepenuhnya diajarkan.

Penutup

Dengan menerapkan teknik mengalihkan atau menunda hujan atau sebaliknya menarik turun hujan pada tempat yang memerlukan, maka sebenarnya kita telah merasakan berkat Tuhan Semesta Alam.
Bukan pada tempatnya untuk memamerkan Ilmu dan Seni menolak dan menurunkan hujan dengan tenaga Prana semata-mata untuk bermain-main. Hal itu sama saja dengan mempermainkan Khalik Semesta Alam. Oleh sebab itu hanya Anda yang bijak saja yang akan merasakan manfaat ini.

Makalah yang sangat menarik ini telah dimuat di MediaPrana no. 7, September 1999. Dan sudah ditampilkan dalam Konvensi Penyembuh Prana Nasional I di Jakarta tahun 2000, Konvensi Penyembuh Prana Dunia di Bali tahun 2002, Sarasehan Penyembuh Prana Nasional di Salatiga tahun 2006, dan sekarang sekali lagi dimuat dengan lebih lengkap blog ini. Bagi yang sudah berhasil melakukannya dengan sukses, silahkan mengirimkan kisah keberhasilannya ke redaksi MediaPrana.

Semoga bermanfaat dan salam Prana!

———-

No comments: