Tuesday, September 23, 2008

Khawatir Itu Kesia-sia


Khawatir Adalah Kesia-siaan

oleh: Brad Steven

Ketika kita mengingat semua hal yang kita khawatirkan dalam jangka waktu tertentu, akan kita dapati –ketika mengingatnya– bahwa sebagian besar dari masalah atau persoalan yang kita antisipasi itu tidak pernah terjadi. Ini berarti bahwa sebagian besar waktu yang kita gunakan untuk khawatir, sekalipun itu hal konstruktif yang mendorong kita untuk mencoba mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah yang membuat kita khawatir itu, terbuang percuma. Jadi, kita tidak hanya menyebabkan penderitaan mental yang tidak perlu pada diri kita, tetapi juga menghabiskan beberapa menit atau jam yang seharusnya dapat kita gunakan untuk hal lain.

Untuk menghindari hal ini, sering kali perlu kita amati sumber kekhawatiran potensial itu dengan cara yang obyektif dan analitis.

Sekali peristiwa, beberapa saat sebelum konser dimulai, dihadapan para tamu kehormatan, salah seorang anggota orkestra Arturo Toscanini menghampiri konduktor Italia kenamaan itu dengan wajah penuh ketakutan. “Maestro,” kata musisi itu terbata-bata, “alat musikku tidak bekerja dengan baik. Saya tidak bisa mencapai nada E-flat. Apa yang harus kulakukan? Kita akan mulai beberapa menit lagi.”
Toscanini memandang orang itu dengan tenang. Kemudian dia tersenyum ramah, lalu merangkulnya. “Temanku,” maestro itu menjawab, “Tak perlu khawatir. Nada E-flat tidak akan muncul di manapun pada musik yang akan dimainkan malam ini.”

Lain kali, disaat kita dapati diri kita berada di tengah kekhawatiran akan sesuatu, kita bisa dengan bijak menghentikannya dan bertanya pada diri sendiri apa salahnya kalau masalah itu benar-benar terjadi? Dengan demikian kita akan mampu berjalan menuju ke arah yang lebih konsruktif.

----------

No comments: